Perjalanan untuk mencapai desa Juhu tidak mudah butuh 2 hari perjalanan
sangat melelahkan yang harus di tempuh. Jalanan hutan dan gelapan malam
ditengah hutan harus dirasakan hingga sampai akhirnya di desa tertinggi di
pegunungan Meratus. Desa Juhu adalah satu-satunya desa yang ada di Hulu Sungai
Tengah. Di daerah ini ada 64 kepala keluarga yang tinggal dan menetap bermukim
jumlah penduduk sekitar 150 jiwa. Kehidupan warga Juhu seperti keluarga, hidup
di pelosok membuat mereka tolong menolong satu sama lainnya salah satunya
ketika bertani. Di situ mereka menanam padi tidak hanya tradisi namun juga ritual
yang di sebut tradisi tugal. Ketika masa tugal datang warga harus saling
membantu tak heran banyak warga yang ikut. Untuk menuju ladang ternyata warga
harus melewati jalan yang tidak mudah letak ladang cukup jauh dari desa sekitar
2 hingga 3 km yang harus ditempuh, medan jalan dengan kemiringan 90° membuat
perjalanan semakin panjang. Sekitar 1 sampai 2 jam untuk sampai di lokasi
ladang bertani warga. Tinggal di pegunungan Meratus di pelosok seperti itu
membuat warga harus hidup mandiri salah satunya adalah bertani yaitu menanam
padi di ladang yang miring dan kegiatan seperti ini sangat penting bagi mereka
dengan sistem ladang berpindah tempat setiap 3 tahun. Masyarakat Juhu boleh memilih
membuka lahan hutan atau semak berukar dimana saja selama masih dalam aturan
adat dan tidak sembarangan harus ada ritulnya. Uniknya warga tidak pernah
menjual padi hasil bertani yang mereka tanam. Bagi warga lebih baik mengkonsumsi
padinya sendiri daripada menjualnya keluar desa. Warga Meratus menjadikan
bertani sebagai pekerjaan utama. Hasil ladang menjadi tumpuan mereka selama
setahun jadi, mereka benar-benar serius menjaga lahan tani dari hama yang
mengganggu.
Kurang dari 46 kepala keluarga di Juhu tinggal menetap didalam pondokan
yang jauh dari kata layak kayu sabagai alas dan bambu sebagai dinding karena
untuk membangun rumah permanen membutuhkan biaya sekitar ± 20 juta rupiah. Bagi
warga Meratus mempunyai rumah permanen hanyalah seakan mimpi belaka. Sejak
bulan September tahun 2016 pemerintah mulai memberikan bantuan kepada warga
berupa rumah permanen. Perumahn ini merupakan hasil buah kesabaran warga
tahun 2013 warga mengajukan permohonan
bantuan, baru pada tahun 2016 baru terealisasi 3 tahun sudah warga menanti.
Rumah permanen dengan bangunan yang lebih layak, tak ada lagi batang bambu
sebagai dinding atau rumpiya sebagai atapnya. Namun proyek ini belum sepenuhnya
rampung baru beberapa rumah saja yang ditempati karena jauh dan susahnya akses
menuju Juhu yang menjadi alasannya. Keterlambatan ini tidak membuat warga
berpangkuh tangan mereka justru membantu meskipun hanya sekedar membantu
membawa pipa ke lokasi pembangunan dan pekerjapun merasa cukup terbantu. Disaat
mereka tak bisa menjual beras hasil bertani, mereka mencari uang dan usaha lain
yaitu dengan bertani kayu manis. Hampir seluruh warga Juhu memiliki kebun kayu
manis karena menanam kayu manis cukup
mudah tidak perlu perawatan khusus. Pohon kayu manis juga tumbuh baik di desa Juhu
ini dan warga memanen kayu manis yang sudah berumur 5 tahun nantinya akan di
jual ke pasar Batukambar yang buka setiap minggu inilah saat warga mengambil
tabungannya. Sebelum di jual kayu manis tersebut harus melewati beberapa proses
seperti mengerok kulit kayu manis hingga halus dan dalam keadaaan bersih dan
kering.
Hidup terisolir di pegunungan Meratus memang menghambat segala pembangunan
dan kebutuhan pokok lainnya namun justru di tempat ini tolong menolong dan
gotong royong dijalani warga sehari-hari. Hidup di gunung terpencil memang
butuh perjuangan namun keinginan untuk sejahtera adalah hak setiap warga negara
ini tak terkecuali warga desa Juhu. Kearifan lokal warga desa Juhu untuk
menjaga alam patut dihargai.
|
Warga Juhu saat menanam padi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembangunan rumah permanen dari pemerintah |
|
|
Gotong royong warga |
|
Memanen kayu manis |
|
Prosses mengolah kayu manis |
|
|
|
|
|
|
|
|