Selasa, 11 Desember 2018

Kisah Kehidupan Masyarakat Desa Juhu Di Pegunungan Meratus, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan


Perjalanan untuk mencapai desa Juhu tidak mudah butuh 2 hari perjalanan sangat melelahkan yang harus di tempuh. Jalanan hutan dan gelapan malam ditengah hutan harus dirasakan hingga sampai akhirnya di desa tertinggi di pegunungan Meratus. Desa Juhu adalah satu-satunya desa yang ada di Hulu Sungai Tengah. Di daerah ini ada 64 kepala keluarga yang tinggal dan menetap bermukim jumlah penduduk sekitar 150 jiwa. Kehidupan warga Juhu seperti keluarga, hidup di pelosok membuat mereka tolong menolong satu sama lainnya salah satunya ketika bertani. Di situ mereka menanam padi tidak hanya tradisi namun juga ritual yang di sebut tradisi tugal. Ketika masa tugal datang warga harus saling membantu tak heran banyak warga yang ikut. Untuk menuju ladang ternyata warga harus melewati jalan yang tidak mudah letak ladang cukup jauh dari desa sekitar 2 hingga 3 km yang harus ditempuh, medan jalan dengan kemiringan 90° membuat perjalanan semakin panjang. Sekitar 1 sampai 2 jam untuk sampai di lokasi ladang bertani warga. Tinggal di pegunungan Meratus di pelosok seperti itu membuat warga harus hidup mandiri salah satunya adalah bertani yaitu menanam padi di ladang yang miring dan kegiatan seperti ini sangat penting bagi mereka dengan sistem ladang berpindah tempat setiap 3 tahun. Masyarakat Juhu boleh memilih membuka lahan hutan atau semak berukar dimana saja selama masih dalam aturan adat dan tidak sembarangan harus ada ritulnya. Uniknya warga tidak pernah menjual padi hasil bertani yang mereka tanam. Bagi warga lebih baik mengkonsumsi padinya sendiri daripada menjualnya keluar desa. Warga Meratus menjadikan bertani sebagai pekerjaan utama. Hasil ladang menjadi tumpuan mereka selama setahun jadi, mereka benar-benar serius menjaga lahan tani dari hama yang mengganggu.
Kurang dari 46 kepala keluarga di Juhu tinggal menetap didalam pondokan yang jauh dari kata layak kayu sabagai alas dan bambu sebagai dinding karena untuk membangun rumah permanen membutuhkan biaya sekitar ± 20 juta rupiah. Bagi warga Meratus mempunyai rumah permanen hanyalah seakan mimpi belaka. Sejak bulan September tahun 2016 pemerintah mulai memberikan bantuan kepada warga berupa rumah permanen. Perumahn ini merupakan hasil buah kesabaran warga tahun  2013 warga mengajukan permohonan bantuan, baru pada tahun 2016 baru terealisasi 3 tahun sudah warga menanti. Rumah permanen dengan bangunan yang lebih layak, tak ada lagi batang bambu sebagai dinding atau rumpiya sebagai atapnya. Namun proyek ini belum sepenuhnya rampung baru beberapa rumah saja yang ditempati karena jauh dan susahnya akses menuju Juhu yang menjadi alasannya. Keterlambatan ini tidak membuat warga berpangkuh tangan mereka justru membantu meskipun hanya sekedar membantu membawa pipa ke lokasi pembangunan dan pekerjapun merasa cukup terbantu. Disaat mereka tak bisa menjual beras hasil bertani, mereka mencari uang dan usaha lain yaitu dengan bertani kayu manis. Hampir seluruh warga Juhu memiliki kebun kayu manis karena menanam kayu  manis cukup mudah tidak perlu perawatan khusus. Pohon kayu manis juga tumbuh baik di desa Juhu ini dan warga memanen kayu manis yang sudah berumur 5 tahun nantinya akan di jual ke pasar Batukambar yang buka setiap minggu inilah saat warga mengambil tabungannya. Sebelum di jual kayu manis tersebut harus melewati beberapa proses seperti mengerok kulit kayu manis hingga halus dan dalam keadaaan bersih dan kering.
Hidup terisolir di pegunungan Meratus memang menghambat segala pembangunan dan kebutuhan pokok lainnya namun justru di tempat ini tolong menolong dan gotong royong dijalani warga sehari-hari. Hidup di gunung terpencil memang butuh perjuangan namun keinginan untuk sejahtera adalah hak setiap warga negara ini tak terkecuali warga desa Juhu. Kearifan lokal warga desa Juhu untuk menjaga alam patut dihargai.
Warga Juhu saat menanam padi









Pembangunan rumah permanen dari pemerintah
Gotong royong warga

Memanen kayu manis
Prosses mengolah kayu manis